Cina terkenal dengan tradisi keindahan di meja makan. Seni minum teh, seni penggunaan sumpit, serta keindahan Geisha yang menjadi pemanis di meja makan. Akan tetapi asal mula penggunaan sumpit bukanlah faktor keindahan, melainkan pertimbangan praktis.
Pada zaman sebelum dinasti Chou (sekitar satu abad sebelum Masehi. Belum ada jenis masakan dengan cara ditumis di Cina. Rata-rata masakan Cina dimasak dengan kuali besar dengan potongan daging yang amat besar pula. Terjadilah krisis kayu yang amat besar di negara ini. Hal ini disebabkan karena semakin lama kayu semakin banyak ditebang untuk memasak makanan dengan jumlah yang berlipat setiap tahunnya.
Seorang koki kerajaan menemukan solusi, bukan membuat sumpit melainkan mencari cara agar memasak jadi lebih cepat. Menumis adalah solusinya. Dengan dipotong-potong sebelum dimasak, daging dan sayuran akan lebih cepat matang. Hal ini memberikan efek positif bagi pertumbuhan dan penebangan kayu di zaman itu. Akan tetapi, pada zaman dinasti Chou sangat jarang ada meja makan (seperti sekarang) bergaya Cina, bahkan sangat jarang ada meja di setiap rumah-rumah penduduk. Jadi diperlukan alat masak yang hanya menghabiskan fungsi satu tangan saja dikarenakan tangan yang lain harus memegang mangkuk.
Dari sinilah sumpit mulai diperkenalkan. Dua batang alat makan tersebut mampu membantu orang-orang untuk mengambil potongan makanan yang kecil. Kenapa tidak menggunakan garpu? Pada zaman dinasti Chou belum ada kecanggihan teknologi untuk membuat alat makan yang berbahan stainles steel. Semua terbuat dari kayu. Lalu apakah sumpit juga tidak mengurangi jumlah kayu? Tidak, karena pada awalnya sumpit tidak terbuat dari kayu melainkan dari gading gajah.